Malaka Diambang Mega Korupsi Bayar Gaji Teko Pasca Larangan Pemerintah, Mikhael Feka: Jangan Terseret Konsekuensi Hukum Serius

Malaka-NTT, Pemerintah pusat (Pempus) melalui berbagai aturan dan instansi lintas kementerian dan lembaga non kementerian telah melarang dengan tegas pengangkatan pegawai honorer atau sejenisnya termasuk tenaga kontrak (teko) daerah dan membayar upahnya. Dr. Mikhael Feka, SH, MH mengingatkan agar pemerintah tidak terseret konsekuensi hukum yang serius.
Dikutip dari merdeka.com, Menteri PAN-RB, Rini Widyantini menegaskan pejabat pembina kepegawaian (PPK) setiap daerah dan pimpinan kementerian dan lembaga non kementerian dilarang keras mengangkat honorer atau sejenisnya seperti teko daerah sesuai UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparat Sipil Negara (ASN).
Bahkan dalam konferensi pers sebagaimana dirilis merdeka.com, Selasa (18/3/25), Menteri Rini mengingatkan kepala daerah yang mengangkat teko akan diberi sanksi, karena sudah sangat jelas dan tegas telah melanggar undang-undang.
Karena ada konsekuensi hukum yang serius, pengamat hukum pidana Unika Widya Mandira Kupang, Dr. Mikhael Feka, SH, MH kepada media ini, Senin (25/8/25) mengatakan perekrutan tenaga kontrak di Kabupaten Malaka di saat adanya larangan yang telah ditegaskan pemerintah pusat merupakan tindakan yang patut dipertanyakan secara hukum dan etika tata kelola pemerintahan.
Berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Menteri PAN-RB serta kebijakan nasional terkait penataan tenaga non-ASN dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, Mikhael mengatakan seluruh instansi pemerintah dilarang merekrut tenaga kontrak baru setelah batas waktu yang telah ditentukan.
Apabila Pemkab Malaka tetap memaksakan perekrutan dan pembayaran gaji tenaga kontrak dari APBD tanpa dasar hukum yang sah, maka hal tersebut berpotensi menjadi pelanggaran administratif dan bahkan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi apabila terbukti menimbulkan kerugian keuangan negara.
Dia menilai, tindakan tersebut dapat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan memicu intervensi aparat penegak hukum. Oleh karena itu, sangat penting bagi kepala daerah dan jajarannya untuk menaati peraturan yang berlaku agar tidak terseret pada konsekuensi hukum yang serius. (pm-01/mn)