Kasus Asusila Terduga Pelaku Jon Germanus Disikapi Secara Nasional, Polres Malaka Diminta Percepat Proses Hukum

Malaka-NTT, Kasus asusila persetubuhan anak di bawah umur dengan terduga pelaku Jon Germanus Seran disikapi secara nasional. Polres Malaka diminta percepat proses hukum, agar status kasus makin jelas dan tidak dipertanyakan publik.
Wakil Sekjen PP PMKRI, Yuventus Seran mempertanyakan status dan proses hukum kasus asusila dengan terduga pelaku Jon Germanus Seran. Siapa pun terduga pelaku, penyidik harus segera melakukan penangkapan dan penahanan. Penyidik harus mempercepat proses hukumnya agar jangan dipertanyakan publik.
Sebagaimana dilansir, okenarasi.com, Kamis (12/12/24), kata Yuventus apakah Jon Germanus termasuk orang dekat dengan penguasa, sehingga penyidik membiarkannya berkeliaran. Sebaiknya, sudah harus ditahan dan tidak boleh ada mediasi untuk damai atau yang disebut restoratif justice.
Terpisah Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, Veronika Ata, SH, M.Hum kepada media ini mengatakan kasus asusila dengan terduga Jon Germanus harus menjadi perhatian serius penyidik Polres Malaka agar segera memroses hukum dan menetapkan tersangka.
“Kami mengecam perbuatan pelaku. Mestinya YGS sebagai ayah angkat, wajib melindungi korban sebagai anak bukan sebaliknya melakukan kekerasan sexual.
Jika saat ini Polres Malaka sedang menunggu proses pemeriksaan secara psikologis, boleh saja namun tidak wajib dilakukan,” kata Veronika dalam pesan whatsApp yang dikirim dari ponselnya, Rabu (11/12/24) malam.
Dijelaskan, tidak perlu keterangan ahli psikologi, karena sudah ada dua alat bukti. Dalam hal ini keterangan korban, Visum et repertum dan keterangan ibu yang melihat kejadian. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 25 UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, mengatur sebagai berikut, pasal 25, ayat (1) menyebut keterangan saksi dan atau korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan 1 (satu) alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Selanjutnya, ayat (3) memyebut dalam hal keterangan saksi hanya dapat diperoleh dari korban, keterangan saksi yang tidak dilakukan di bawah sumpah/janji, atau keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain, kekuatan pembuktiannya dapat didukung dengan keterangan yang diperoleh dari orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana tersebut. Karena itu, kasus kekerasan seksual ini sudah bisa diproses.
LPA NTT mengapresiasi upaya penegakan hukum yang sedang dilakukan Polres Malaka. Namun pihaknya mendesak agar Polres Malaka lebih progresif dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang kian marak di Malaka. Pelaku yang merupakan ayah angkatnya wajib ditangkap, ditahan dan diproses hukum agar dia mempertanggungjawabkan perbuatannya serta memberikan perlindungan hukum bagi anak yang menjadi korban.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (PPPA) memberi perhatian khusus terhadap kasus kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di tanah air. Semial kasus kekerasan terhadap anak di Perusahaan Sawit Bakam Kabupaten Bangka. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi memberikan perhatian serius terhadap kasus tersebut. Arifah melakukan koordinasi secara daring dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan penanganan yang cepat dan tepat terhadap korban baik ibu dan anaknya. Pihaknya juga mengawal proses hukum terhadap pelaku kekerasan.
“Kami akan terus memantau perkembangannya dan bekerja sama dengan instansi terkait. Semestinya tidak boleh, jika suami yang bermasalah lalu istri yang menjadi korban,” ujar Menteri Arifah dalam keterangannya sebagaimana dilansir okenarasi.com, Rabu (11/12/2024). (pn-1/tim)