DPRD Malaka Ketahuan Tolol

Malaka-NTT, Pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Malaka di masa pemerintahan Bupati Malaka SBS dan Wakil Bupati Malaka HMS ketahuan tololnya karena tidak mengetahui sehingga tidak mampu menyikapi aspirasi masyarakat pasca demonstrasi Aliansi Cipayung Malaka Bersama.
Penilaian itu disampaikan praktisi hukum PERADI Cabang Malaka, Eduardus Nahak Bria, SH, MH, C.Md kepada media ini, Rabu (30/4/25) pagi.
Eduardus mengatakan DPRD Malaka ketahuan tolol karena adanya tidak mampu menyikapi ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja DPRD Malaka. Lembaga pengawas pemerintahan itu dinilai tolol karena tidak tahu perannya dan tidak menjalankan fungsinya dengan baik, efesien dan efektif. Itulah sebabnya, masyarakat dan Aliansi Cipayung menggelar demonstrasi di Kantor DPRD Malaka dengan penuh keributan.
“Sebenarnya tugas Dewan itu ada dua ketika sikapi demo masyarakat. Pertama, sikap politik, dan kedua sikap hukum. Sikap politik itu panggil pemerintah dan tanyakan kebijakan dan keputusan yang membuat keributan dan demo. Sikap kedua, jika itu menyalahi aturan dan merugikan, baru rekomendasikan ke aparat penegakan hukum. Ini tidak ada hujan angin, maksudnya tidak bahas bersama pemerintah, bangun dengan bangun, rekomendasikan ke PTUN. Ini apaan. Apakah ini tolol, tidak punya peran atau tidak tahu,” Eduardus menjelaskan via telpon dan pesan whatsApp dari ponselnya terkait tuntutan pendemo untuk memanggil pemerintah untuk menjelaskan keputusan yang diambil.
DPRD Kabupaten Malaka dinilai tidak mampu mengawasi jalannya pemerintahan dan menindaklanjuti laporan masyarakat. Penilaian tersebut berdasarkan beberapa faktor seperti kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran dan pengambilan keputusan, lambatnya respons terhadap laporan masyarakat, kurangnya kontrol terhadap kebijakan pemerintah daerah dan tidak efektifnya pengawasan terhadap program-program pemerintah.
Beberapa faktor tersebut, kata Eduardus membuat masyarakat menilai DPRD Malaka lebih memprioritaskan kepentingan sepihak bukan benar-benar mewakili suara rakyat. Ini sering kali menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Diharapkan, DPRD lebih responsif dan akuntabel terhadap rakyat. Gaya “datang, duduk, diam, dengar, duit” sering kali dianggap sebagai simbol ketidakpedulian dan kurangnya representasi yang baik. Penekanannya di sini, kuasa besar, uang banyak dan segala sumber daya yang dimiliki wakil rakyat itu adalah berasal dari rakyat, sehingga penting bagi mereka untuk tetap terhubung dan memenuhi aspirasi rakyat.
Pimpinan DPRD Malaka seperti Ronaldo Asury dan anggota, Vinsensius Kehi Lau ketika diminta tanggapannya terkait DPRD Malaka tidak punya peran atau yang disebut praktisi hukum sebagai tolol, beberapa hari lalu, belum memberi tanggapannya hingga saat ini (pm-01/tim)