Nonjobkan Pejabat Eselon II di Malaka Lebih dari Malapetaka Banjir Sungai Benenain, Jangan Sok-Sok Urus Banjir

Malaka-NTT, Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Kabupaten Malaka, Ir. Pius Klau Muti, M.Si mengatakan menonjobkan pejabat eselon IIB sebagai bencana yang lebih besar dari malakapetaka banjir Sungai Benenain. Jangan sok-sok urus banjir karena debit banjir sudah berkurang akibat adanya Bendungan Temef.
“Selain itu, jangan sok-sok, karena Malaka daerah bencana tetapi tidak punya dokumen kebencanaan satu pun. Sehingga, penanganannya tidak terpadu, dan lebih bersifat emergensi. Bangun tanggul pun, tanpa kajian resiko bencana dan tidak menjadi bagian dari rencana aksi daerah sebagai dokumen kebencanaan. Jadi, jangan menunjukkan ketidakpahaman kalau bicara soal kebencanaan,” demikian PKM, akrab dikenal sebagai salah satu tokoh pejuang pemekaran.
PKM menyinggung itu, karena masalah nonjob pejabat eselon II sebagai bencana kemanusiaan yang sangat besar saat ini lebih dari malapetaka banjir luapan Sungai Benenain. Seorang pemimpin yang bisa disebut sebagai Beyond The Limmit Leader tidak pantas terpeleset ke jurang masalah, yang jelas tidak sesuai aturan negara yang sudah berlaku. Jelas-jelasnya melanggar aturan hukum yang ada.
PKM menegaskan belum lagi norma-norma yang berwawasan kemanusiaan, keadilan dan kesejahteraan. Banyak mantan ASN Malaka, menilai tindakan tersebut sebagai bencana sosial yang lebih hebat dari bencana banjir bandang Sungai Benenai yang setiap tahun membawa malapetaka. Tindakan menonjobkan para pejabat memberi stigma negatif bagi kepemimpinan modern, terbuka dan berperspektif sumber daya manusia.
Kebijakan mengangkat pejabat secara subjektif karena tidak melalui seleksi telah merusak sistem Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang berteknologi tinggi dan mengeliminir intervensi kepentingan subjektif terhadap proses yang adil. Di Malaka, kondisi ini memperburuk wajah pemerintahan menjadi tidak berwibawa. Jangan membiarkan Malaka sebagai daerah berbudaya dirusak pemimpin yang tercabut dari akar leluhur yang mulia, penuh kasih dan bermartabat. Orang yang berjuang untuk pemekaran tentu tidak akan “membunuh” anak-anak Malaka yang lahir dari rahim manusia yang berbudaya. (pm-01/tim)